Bahasa Indonesia

Jelajahi dunia keuangan perilaku yang menarik. Pelajari bagaimana bias psikologis memengaruhi keputusan investasi dan hasil pasar. Contoh dan strategi praktis untuk mengatasi irasionalitas.

Sains Keuangan Perilaku: Memahami Pasar yang Irasional

Model keuangan tradisional mengasumsikan bahwa investor bersikap rasional, membuat keputusan berdasarkan logika dan informasi yang lengkap. Namun, perilaku manusia jarang sekali dapat diprediksi. Keuangan perilaku mengakui bahwa bias psikologis dan faktor emosional sering kali mendorong pilihan investasi, yang mengarah pada anomali dan inefisiensi pasar. Bidang ini memadukan psikologi dan ekonomi untuk memberikan pemahaman yang lebih realistis tentang pasar keuangan.

Apa itu Keuangan Perilaku?

Keuangan perilaku adalah studi tentang bagaimana psikologi memengaruhi keputusan keuangan individu dan institusi. Ini mengeksplorasi bias kognitif dan faktor emosional yang dapat mengarah pada pilihan investasi yang irasional atau suboptimal. Berbeda dengan keuangan tradisional, yang mengasumsikan bahwa individu bertindak secara rasional dan demi kepentingan terbaik mereka sendiri, keuangan perilaku mengakui bahwa emosi, kesalahan kognitif, dan pengaruh sosial dapat secara signifikan memengaruhi hasil keuangan.

Konsep Kunci dalam Keuangan Perilaku

Bias Kognitif Umum dalam Berinvestasi

Beberapa bias kognitif dapat secara signifikan memengaruhi keputusan investasi. Memahami bias-bias ini sangat penting untuk membuat pilihan yang lebih terinformasi dan rasional. Berikut adalah beberapa bias yang paling umum:

1. Heuristik Ketersediaan

Heuristik ketersediaan adalah kecenderungan untuk melebih-lebihkan kemungkinan peristiwa yang mudah tersedia dalam ingatan kita. Hal ini sering kali menyebabkan penekanan berlebihan pada peristiwa terkini atau yang bermuatan emosional. Sebagai contoh, setelah kejatuhan pasar saham besar, investor mungkin melebih-lebihkan kemungkinan kejatuhan lainnya dan menjadi terlalu menghindari risiko, sehingga kehilangan potensi keuntungan selama pemulihan berikutnya. Sebaliknya, selama pasar bullish, investor mungkin meremehkan risiko karena berita positif yang mudah tersedia.

Contoh: Pertimbangkan krisis keuangan Asia tahun 1997-98. Berita dan cerita tentang kesulitan ekonomi yang mudah tersedia mungkin telah membuat investor di luar Asia melebih-lebihkan risiko berinvestasi di pasar negara berkembang secara umum, bahkan di negara-negara yang tidak terkena dampak langsung oleh krisis.

2. Bias Konfirmasi

Bias konfirmasi adalah kecenderungan untuk mencari informasi yang mengonfirmasi keyakinan kita yang sudah ada dan mengabaikan informasi yang bertentangan dengannya. Hal ini dapat menyebabkan investor secara selektif menafsirkan data untuk mendukung keputusan investasi mereka, bahkan jika buktinya lemah atau cacat. Sebagai contoh, seorang investor yang percaya bahwa suatu saham tertentu dinilai terlalu rendah mungkin hanya akan fokus pada berita positif tentang perusahaan tersebut dan mengabaikan sinyal negatif.

Contoh: Seorang investor yang optimis terhadap pasar kendaraan listrik mungkin hanya membaca artikel yang memuji pertumbuhan sektor tersebut sambil mengabaikan laporan tentang potensi masalah rantai pasokan atau meningkatnya persaingan. Perhatian selektif ini dapat memperkuat keyakinan awal mereka, meskipun didasarkan pada informasi yang tidak lengkap.

3. Bias Penjangkaran (Anchoring)

Bias penjangkaran terjadi ketika individu terlalu bergantung pada informasi awal ("jangkar") saat membuat keputusan. Jangkar ini bisa jadi tidak relevan atau sudah usang, namun tetap memengaruhi penilaian selanjutnya. Sebagai contoh, seorang investor mungkin tidak mau menjual saham dengan harga lebih rendah dari harga beli awal mereka, meskipun fundamental saham tersebut telah memburuk secara signifikan.

Contoh: Seorang investor yang awalnya membeli saham perusahaan seharga $100 mungkin enggan menjualnya meskipun harganya telah jatuh ke $50 dan para analis memproyeksikan penurunan lebih lanjut. Harga pembelian awal bertindak sebagai jangkar, sehingga sulit untuk menerima kerugian.

4. Keengganan Merugi (Loss Aversion)

Keengganan merugi adalah kecenderungan untuk merasakan sakitnya kerugian lebih kuat daripada kesenangan dari keuntungan yang setara. Hal ini dapat menyebabkan investor membuat keputusan irasional untuk menghindari kerugian, bahkan jika itu berarti kehilangan potensi keuntungan. Sebagai contoh, seorang investor mungkin mempertahankan saham yang merugi terlalu lama, berharap saham itu akan pulih, daripada memotong kerugian mereka dan mengalokasikan kembali modal mereka ke investasi yang lebih menjanjikan.

Contoh: Sebuah studi menemukan bahwa orang merasakan sakit kehilangan $100 lebih hebat daripada kesenangan mendapatkan $100. Ini menjelaskan mengapa investor sering mempertahankan saham yang merugi lebih lama dari yang seharusnya, berharap pemulihan untuk menghindari pengakuan kerugian. Perilaku ini diamati secara global.

5. Perilaku Ikut-ikutan (Herding)

Perilaku ikut-ikutan adalah kecenderungan untuk mengikuti keramaian, bahkan ketika itu bertentangan dengan penilaian sendiri. Hal ini dapat menyebabkan gelembung pasar dan kejatuhan karena investor secara membabi buta mengikuti tindakan orang lain tanpa melakukan uji tuntas mereka sendiri. Gelembung dot-com pada akhir 1990-an adalah contoh klasik perilaku ikut-ikutan, di mana investor menumpuk saham internet tanpa sepenuhnya memahami model bisnis atau prospek jangka panjang mereka.

Contoh: Kegilaan Bitcoin pada tahun 2017 melihat banyak orang berinvestasi dalam mata uang kripto hanya karena semua orang melakukannya, tanpa memahami teknologi yang mendasarinya atau risiko yang terlibat. Perilaku ikut-ikutan ini berkontribusi pada kenaikan harga yang cepat dan kejatuhan berikutnya.

6. Bias Kepercayaan Diri Berlebih

Bias kepercayaan diri berlebih mengacu pada kecenderungan orang untuk melebih-lebihkan kemampuan dan pengetahuan mereka sendiri. Dalam berinvestasi, kepercayaan diri berlebih dapat menyebabkan perdagangan yang berlebihan, meremehkan risiko, dan keputusan investasi yang buruk. Investor yang terlalu percaya diri mungkin percaya bahwa mereka memiliki keterampilan memilih saham yang superior dan mengambil terlalu banyak risiko tanpa diversifikasi yang tepat.

Contoh: Studi telah menunjukkan bahwa pria cenderung lebih percaya diri dalam kemampuan investasi mereka daripada wanita, yang membuat mereka lebih sering berdagang dan sering kali berkinerja lebih buruk daripada investor wanita yang mengambil pendekatan yang lebih hati-hati dan disiplin.

7. Efek Pembingkaian (Framing)

Efek pembingkaian menunjukkan bahwa cara informasi disajikan, atau "dibingkai", dapat secara signifikan memengaruhi pengambilan keputusan, bahkan jika fakta yang mendasarinya tetap sama. Misalnya, opsi investasi yang dideskripsikan memiliki "peluang sukses 90%" kemungkinan akan dianggap lebih baik daripada yang dideskripsikan memiliki "peluang gagal 10%", meskipun keduanya secara matematis setara.

Contoh: Materi pemasaran untuk produk keuangan mungkin menekankan potensi keuntungan sambil meremehkan risiko yang terkait. Pembingkaian ini dapat menyebabkan investor membuat keputusan berdasarkan daya tarik emosional daripada penilaian rasional terhadap pro dan kontra.

Dampak Emosi pada Keputusan Investasi

Emosi memainkan peran penting dalam keputusan investasi, sering kali mengesampingkan analisis rasional. Ketakutan dan keserakahan adalah dua emosi paling kuat yang dapat mendorong volatilitas pasar dan mengarah pada pilihan investasi yang buruk.

Rasa Takut

Selama periode ketidakpastian pasar atau penurunan ekonomi, ketakutan dapat mendorong investor untuk menjual kepemilikan mereka dalam kepanikan, yang menyebabkan penurunan pasar yang tajam. "Pelarian ke tempat yang aman" ini dapat memperburuk kerugian dan menciptakan peluang bagi investor yang lebih rasional untuk membeli aset dengan harga diskon. Krisis keuangan 2008 adalah contoh utama bagaimana ketakutan dapat mencengkeram pasar dan menyebabkan penjualan massal.

Contoh: Selama pandemi COVID-19 pada awal tahun 2020, ketakutan dan ketidakpastian yang meluas tentang dampak ekonomi dari virus tersebut menyebabkan kejatuhan pasar yang signifikan. Banyak investor menjual saham mereka dalam kepanikan, mengunci kerugian mereka.

Keserakahan

Sebaliknya, selama periode euforia pasar, keserakahan dapat menyebabkan investor mengambil risiko berlebihan dalam mengejar keuntungan cepat. Hal ini dapat menciptakan gelembung spekulatif yang pada akhirnya pecah, mengakibatkan kerugian signifikan bagi mereka yang membeli di puncak. Gelembung dot-com adalah contoh klasik bagaimana keserakahan dapat mendorong kegembiraan irasional di pasar.

Contoh: Lonjakan saham GameStop pada awal 2021, yang didorong oleh upaya terkoordinasi investor ritel di media sosial, menunjukkan bagaimana keserakahan dan ketakutan ketinggalan (FOMO) dapat menyebabkan gelembung spekulatif. Banyak investor membeli saham dengan harga yang melambung, hanya untuk melihat nilainya anjlok ketika gelembung itu pecah.

Strategi untuk Mengatasi Bias Perilaku

Meskipun tidak mungkin untuk menghilangkan bias perilaku sepenuhnya, ada beberapa strategi yang dapat digunakan investor untuk mengurangi dampaknya dan membuat keputusan yang lebih rasional:

1. Kembangkan Rencana Investasi Tertulis

Rencana investasi yang terdefinisi dengan baik dapat berfungsi sebagai peta jalan untuk pengambilan keputusan, membantu menjaga emosi tetap terkendali dan mencegah tindakan impulsif. Rencana tersebut harus menguraikan tujuan investasi Anda, toleransi risiko, alokasi aset, dan horizon waktu. Meninjau dan menyeimbangkan kembali portofolio Anda secara teratur sesuai dengan rencana dapat membantu Anda tetap di jalur dan menghindari membuat keputusan emosional berdasarkan fluktuasi pasar jangka pendek.

2. Cari Saran Objektif

Berkonsultasi dengan penasihat keuangan yang berkualitas dapat memberikan perspektif objektif pada keputusan investasi Anda. Penasihat yang baik dapat membantu Anda mengidentifikasi bias Anda, menilai toleransi risiko Anda, dan mengembangkan strategi investasi yang dipersonalisasi. Mereka juga dapat berfungsi sebagai papan suara selama periode volatilitas pasar, membantu Anda tetap tenang dan menghindari membuat keputusan emosional.

3. Diversifikasikan Portofolio Anda

Diversifikasi adalah strategi manajemen risiko utama yang dapat membantu mengurangi dampak kerugian saham atau sektor individu pada portofolio Anda secara keseluruhan. Dengan menyebarkan investasi Anda ke berbagai kelas aset, industri, dan wilayah geografis, Anda dapat menurunkan volatilitas portofolio Anda dan meningkatkan kinerja jangka panjangnya.

4. Gunakan Perintah Stop-Loss

Perintah stop-loss dapat membantu membatasi potensi kerugian dengan secara otomatis menjual saham ketika mencapai harga yang telah ditentukan. Ini dapat mencegah Anda mempertahankan saham yang merugi terlalu lama, berharap saham itu akan pulih. Meskipun perintah stop-loss tidak sepenuhnya aman, mereka dapat menjadi alat yang berguna untuk mengelola risiko dan membatasi dampak keengganan merugi.

5. Latih Kesadaran Penuh dan Kewaspadaan Emosional

Mengembangkan kesadaran diri dan kecerdasan emosional yang lebih besar dapat membantu Anda mengenali kapan bias Anda memengaruhi keputusan investasi Anda. Mempraktikkan teknik kesadaran penuh, seperti meditasi atau pernapasan dalam, dapat membantu Anda tetap tenang dan fokus selama periode stres pasar. Dengan memahami emosi Anda dan bagaimana mereka memengaruhi penilaian Anda, Anda dapat membuat pilihan investasi yang lebih rasional.

6. Lakukan Riset Menyeluruh

Sebelum membuat keputusan investasi apa pun, lakukan riset menyeluruh untuk memahami fundamental perusahaan, industri, dan pasar. Ini akan membantu Anda menghindari membuat keputusan berdasarkan sensasi, rumor, atau perilaku ikut-ikutan. Andalkan sumber informasi yang kredibel, seperti laporan keuangan, laporan analis, dan firma riset independen.

7. Fokus pada Tujuan Jangka Panjang

Ingatlah tujuan investasi jangka panjang Anda dan hindari terjebak dalam fluktuasi pasar jangka pendek. Ingatlah bahwa berinvestasi adalah maraton, bukan lari cepat. Dengan berfokus pada tujuan jangka panjang Anda, Anda dapat tetap disiplin dan menghindari membuat keputusan emosional berdasarkan kebisingan pasar jangka pendek.

Keuangan Perilaku dalam Berbagai Budaya

Faktor budaya dapat memengaruhi bagaimana bias perilaku muncul di berbagai negara dan wilayah. Memahami nuansa budaya ini sangat penting untuk mengembangkan strategi investasi yang efektif di dunia yang terglobalisasi. Misalnya, beberapa budaya mungkin lebih menghindari risiko daripada yang lain, sementara yang lain mungkin lebih rentan terhadap perilaku ikut-ikutan. Perbedaan budaya ini dapat memengaruhi keputusan investasi, dinamika pasar, dan kerangka peraturan.

Contoh: Studi telah menunjukkan bahwa investor dalam budaya kolektivistik, seperti Jepang dan Korea Selatan, lebih cenderung menunjukkan perilaku ikut-ikutan daripada investor dalam budaya individualistis, seperti Amerika Serikat dan Inggris. Hal ini mungkin disebabkan oleh penekanan yang lebih besar pada konformitas dan harmoni sosial dalam masyarakat kolektivistik.

Selain itu, tingkat literasi keuangan sangat bervariasi di berbagai negara. Di wilayah dengan literasi keuangan yang lebih rendah, investor mungkin lebih rentan terhadap bias perilaku dan penipuan keuangan. Oleh karena itu, inisiatif pendidikan keuangan sangat penting untuk mempromosikan pengambilan keputusan investasi yang rasional dan melindungi investor di wilayah ini.

Masa Depan Keuangan Perilaku

Keuangan perilaku adalah bidang yang berkembang pesat yang terus memberikan wawasan baru tentang psikologi berinvestasi. Seiring kemajuan teknologi dan ketersediaan sumber data baru, para peneliti sedang mengembangkan model yang lebih canggih untuk memahami dan memprediksi perilaku investor. Pengetahuan ini dapat digunakan untuk merancang produk investasi yang lebih baik, meningkatkan pendidikan keuangan, dan mengembangkan kebijakan regulasi yang lebih efektif.

Contoh: Kecerdasan buatan (AI) dan pembelajaran mesin sedang digunakan untuk menganalisis sejumlah besar data keuangan dan mengidentifikasi pola perilaku investor yang tidak mungkin terdeteksi oleh manusia. Ini dapat membantu penasihat keuangan memberikan saran yang lebih dipersonalisasi dan membantu investor menghindari membuat kesalahan yang merugikan.

Kesimpulan

Keuangan perilaku menawarkan lensa yang kuat untuk memahami kompleksitas pasar keuangan. Dengan mengenali bias psikologis dan faktor emosional yang memengaruhi keputusan investasi, investor dapat membuat pilihan yang lebih terinformasi dan rasional. Meskipun tidak mungkin untuk menghilangkan bias sepenuhnya, mengembangkan kesadaran, mencari nasihat objektif, dan menerapkan strategi manajemen risiko dapat membantu mengurangi dampaknya dan meningkatkan hasil investasi jangka panjang. Di dunia dengan volatilitas dan ketidakpastian pasar yang terus meningkat, memahami sains keuangan perilaku menjadi lebih penting dari sebelumnya.